This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, May 8, 2018

WANITA SAKIT


WANITA SAKIT

Hari sudah semakin malam, silih berganti wanita pelacuran keluar masuk pada ruang pemeriksaan. Mereka adalah pelacur yang diringkus kepolisian yang selanjutnya akan dimintai keterangan. Kasus dan alasan mereka semua sama hingga datanglah wanita ke dua puluh tujuh di mejaku dan Anggi.

“Kenapa mbaknya melacurkan diri?” Ucapku.

Wanita tersebut tertunduk malu dan tak menatap mataku. Aku rasakan usianya sekitar Tiga puluh tahunan. Tubuhnya seksi dengan buah dadanya sedikit menonjol. Kulitnya putih rambutnya lurus berkilau, wangi sekali.

Anggi di sebelahku pun ikut bingung mengapa wanita di depanku tak menjawab. Segera ia tuliskan laporan berita tentang psikis wanita di depanku ini. Sedang aku yang memeriksa tutur bahasanya belum mendapat catatan sama sekali.    

“Heh!” Gertakku.

Ia masih tetap diam, namun tangannya terangkat diatas meja.

“KAMU ITU HARUS TAHU MAS, WANITA ITU NGGAK BISA DIBENTAK BEGINI!!” Bruakk, Jawab wanita itu.

Busset dah, nih wanita galak sekali. Sambil terisak tangis dia tersedu sedan. Mungkin saatnya bagiku menggunakan teori “politeness strategy”.

“Em.. mbak, coba dijawab. Nanti kalau mbak kooperatif dengan pemeriksaan kami mbak akan segera didata kok. Kami hanya memeriksa psikis dan tekanan emosional anda saja, abis itu sudah. Mbaknya bisa langsung istirahat sementara di ruang tahanan wanita.”

Wanita itu melihat mataku yang menurutku untuk mengecek keseriusanku. Tak lama ia mulai berbicara padaku.

“Kamu itu harus tahu Mas, wanita kebanyakan itu lemah. Termasuk juga aku. Aku itu sudah cari pekerjaan kesana kemari, tapi nggak ada tempat untuk wanita berkerudung bekerja, dan tak ada pekerjaan bagi wanita tanpa modal. Aku juga sudah berusaha mencari suami baru, tapi siapa yang mau menikahi janda miskin? Janda itu kalau kesana dikit, kesini dikit, pasti banyak omongan orang. Yang dibilang pelakor lah, ganjen sama hidung belang lah dan sebagainya. Aku tidak kuat dengan kondisi itu. Kalau sudah masnya berada di posisi tersebut, masnya mau berbuat apa sebagai wanita?  Hm? Kok diam? Siapa yang biayaain hidup anak sekolah dan kebutuhan sehari-hari?” Matanya memerah sambil menjelaskan.

Busset dah, lagi lagi masalah ekonomi seperti kasus pelacuran sebelumnya. wanita ini rupanya memojokkanku. Tak ada kata keluar lagi dari mulutku selain mencatat pernyataan wanita tersebut pada catatanku.

Ia menatap tajam ke arahku, aku pun segera menguasai keadaan kembali. Dengan melontarkan pertanyaan yang sama seperti sebelumnya, aku memperhalus bahasaku. Pertanyaan itu masih tentang suami, keluarga, derita HIV, dan konsumsi narkoba.

Ia lantas mulai bercerita kembali sembari tetesan air keluar dari matanya. Segeralah Anggi memberinya tissue.

“Ini semua berawal dari suamiku yang BRENGSEK. Sudah berbulan-bulan mas aku dan anak tidak dinafkahi. Oleh karenanya aku sangat malu bila ibuku yang membiayai sekolah dan hidup anakku. Sedang ibuku dalam keadaan sakit-sakitan dan warung kelontongnya sepi pembeli. Disaat keaadaan sulit itu juga suamiku mengaku padaku bahwa dia sudah menghamili anak orang kaya diluar nikah. TIDAAAAK AHHHHH.” Suaranya nyaring sekali sambil menjambak rambutnya.

Busset dah, brengsek bener suaminya. Wanita itu membuat gaduh ruangan, segera kututup rapat pintunya. Kubiarkan ia menangis sejenak sambil sedikit reda. Kulihat Anggi juga meneteskan air mata, namun ia alihkan dengan sibuk mencatat. Masalah wanita pelacuran memang semua sama, yakni ekonomi dan sakit hati.  

Wanita itu kuketahui bernama Rona. Ia mengaku sangat sedih melihat anak perempuannya tidak bisa membayar biaya sekolah dan buku. Suaminya menceraikannya sepihak dan melarikan diri ke luar kota bersama peremuan yang ia hamili.

Pada keterangan Rona, ia mengaku meminum pil KB sebelum bekerja dan memakai kondom di setiap melayani tamunya. Tarif yang ia terima pun bervariasi, mulai dari 200-300rb sekali kencan di kamar. Hal itu tergantung dari keloyalan pelanggan. Satu hari ia bisa sampai mendapat lima tamu.

Menurutnya, ia hanya mencari jalan hidup untuk menabung membuka usaha. Usaha yang akan ia rintis ialah membuka warung kopi berkonsep Wifi. Namun ya apa mungkin membuka usaha dari hasil pelacuran. Aneh aneh saja.

Kulihat pertengahan payudaranya penuh keringat, memang udara ruangan sedikit panas. Namun pertanyaan masih kulanjutkan mengenai narkoba. Menurutnya, pemakaian narkoba memang ada dari beberapa temannya, namun ia tidak memakai dan tidak mau menceritakan siapa temannya itu.

Aku rasa cukup jelas dari kasus wanita ke dua puluh tujuh bernama Rona ini. Semua sudah jelas, maka kupersilahkan ia beristirahat untuk mengikuti sidang tertutup tiga hari mendatang.

Aku hanya menjalankan tugasku mewawancara psikis dan tekanan emosional. Temanku Anggi memang lulusan psikologi, namun ia tidak sampai hati mendengar kisah wanita-wanita sakit ini. Kepolisian memilihnya sebagai tim wawancara karna memang ia lulusan terbaik psikologi. Semoga Anggi dapat memilih suami yang baik esok hari dan tak meniru jejak wanita-wanita sakit ini. ~MK.